Masa Reformasi sebagai penanda runtuhnya kekuasaan Soeharto yang dibangun selama 32 tahun pada tahun 1998 mengakibatkan runtuhnya sistem politik, sosial, ekonomi, agama, bahkan budaya yang terbangun melalui usaha sadar maupun tidak sadar dalam rentang waktu 1966 – 1998 tersebut. Namun, di sisi lain, runtuhnya rezim Soeharto, justeru membangunkan sistem lama yang telah tenggelam, tepatnya, ditenggelamkan oleh pemerintahan Orde Baru. Budaya lokal yang telah hidup pada masa revolusi dan berlanjut sampai 1959, kemudian mulai hilang dan memudar menyusul Dekrit Presiden Soekarno 1959, yang menyatakan sistem pemeritahan Indonesia menjadi Sistem Demokrasi Terpimpin, dan Soekarno yang menjadi satu-satunya pemimpin pada Era itu.1Pemerintah yang otoriter ini menjadikan Soekarno sebagai satu-satunya pengambil kebijakan tertinggi, dan belakangan terlihat pula semakin otoriter.Selain nilai demokrasi yang mulai hilang, budaya lokalpun hilang.Pada era Demokrasi terpimpin ini, menurut Anies Baswedan, mengangkat nilai-nilai lokal justeru dianggap sebagai perlawanan kepada pemerintah pusat, Jakarta.2Aspirasi lokal dikesampingkan karena dianggap tidak nasionalis dan berlawanan dengan gagasan persatuan.Dinamika politik lokal menjadi terpendam karena sering diintervensi oleh pusat. Tradisi dan budaya lokal menjadi terabaikan karena penyeragaman simbol budaya dan tradisi secara nasional, yang biasanya dilakukan atas nama persatuan dan kesatuan bangsa. Singkatnya, semangat nasionalisme yang tinggi dan dikombinasikan dengan kemauan penguasa politik di Jakarta untuk mengontol seluruh wilayah Indonesia, membuat dinamika ditingkat lokal jadi terkubur dan luput dari perhatian.
Deskripsi/Abstract
Koleksi
Subject
Files