Manusia dibebankan untuk melakukan atau meninggalkan perintah dari Allah swt (taklif) dan dalam keadaan tertentu tidak mampu melakukan perintah tersebut karena adanya halangan (masyaqqah). Safar adalah salah satu keadaan yang terdapat masyaqqah di dalamnya dan diperlukan upaya untuk mengangkat kesulitan tersebut. Ulama Ushul fiqh konvensional cenderung meyakini bahwa illat hukum pada safar adalah waktu dan jarak dengan prinsip bahwa‘illat harus “jelas, tetap dan tidak berubah” sejalan dengan pendapat ulama Al-Baidawi, Ibn Al-Hajib, Abd Al-Wahab Khallaf, Al-Amidi dan lainnya. Illat yang dipahami oleh ulama dahulu tidak berlaku lagi pada saat ini karena terdapat masyaqqah yang berbeda. Safar pada zaman dahulu dihadapkan pada kondisi geografis, mobilitas serta tingkat kriminalitas yang berbeda dengan konteks saat ini, sehingga prinsip illat pada saat ini tidak harus “jelas dan tetap” seperti yang dipahami umum dalam hukum Islam klasik melainkan terdapat pada hikmah dan maslahah di dalamnya.
Deskripsi/Abstract
Koleksi
Subject
Files