TOXIC POSITIVITY PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi Tematik dengan Pendekatan Psikologi)

Submitted by admin on Fri, 01/19/2024 - 10:48
Deskripsi/Abstract
Berdasarkan pencarian dan pemaparan dalam penelitian ini yang terdapat pada pembahasan di Bab sebelumnya, maka dapat diambil intisari mengenai Toxic Positivity perspektif Al-Qur’an, di antaranya: 1. Gambaran Toxic Positivity di dalam ayat-ayat Al-Qur’an: Berdasarkan pemaparan yang cukup panjang pada Bab sebelumnya maka dapat dipahami yang dimaksud dengan Toxic Positivity adalah sikap keobsesian terhadap kepositifan, seseoran menuntut dirinya untuk selalu menunjukkan satu sisi saja yaitu sisi positif dan mengabaikan bentukbentuk emosional lainnya seperti marah, sedih, gembira, senang, terkejut, dst. Toxic Positivity terjadi bisa disebabkan oleh orang lain dan diri sendiri. Misalnya seseorang yang berkata “ah, begitu saja tidak bisa, dia saja bisa kenapa kamu tidak” atau ungkapan “ah, tetap berpikir positif saja, ambil saja hikmahnya,” umgkapan seperti ini merupakan bentuk Toxic Positivity, karena mengabaikan emosi yang sebenarnya yang sedang ia rasakan. Terobsesi untuk selalu menampilkan kepositifan. Hal yang serupa dengan ini dapat kita lihat di dalam salah satu ayat Al-Qur’an, QS. Ali-‘Imran ayat 156, di sana terdapat sebuah dialog yang pada dialog tersebut terdapat ungkapan yang mengandung Toxic Positivity, “seandainya mereka tidak melakukan hal itu, maka tentunya mereka tidak akan mengalami apa yang menimpa mereka tersebut,” dan juga ungkapan “seandainya mereka tidak pergi dan tetap berada bersama kami, maka tentunya mereka tidak mati dan tidak terbunuh.” Dalam Al-Qur’an orang yang mengungkapkan perkataan seperti ini dan seumpama dengannya disebut dengan orang munafik dan merupakan bentuk kebodohan. Adapun karakteristik Toxic Positivity di dalam Al-Qur’an ialah: a. Berbicara toxic sembari menghasut dalam suatu komunitas, seolah-olah ia mewakili seluruh komunitas tersebut, seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 246 dan QS. Al-Baqarah: 76. b. Terkesan mendiskreditkan dan menghakimi, seperti yang terdapat dalam QS. Ali-‘Imran: 156, QS. Al-Dzariyat: 39, 52. c. Membanding-bandingkan diri dengan orang lain dan merasa lebih baik dari orang lain, seperti dalam QS. Al-Baqarah: 94, 111, 113, dan 135. d. Memanipulasi perkataan, QS. Al-Baqarah: 8-9, QS. Al-Hadid: 13-14. e. Tidak menjadi diri sendiri, selalu menampakkan sesuatu yang positif yang tak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis), QS. Al-Baqarah: 14, QS. Al-Munafiqun: 1-2. 2. Toxic Positivity perspektif Al-Qur’an. a. Melakukan sesuatu yang positif (supaya tidak menjadi toxic). 1) Terhadap diri sendiri: membersihkan/mensucikan yang terdapat pada badan dan jiwa (QS. Al-Mudassir: 4-5), hati yang suci akan menyelamatkan jiwa (QS. Asy-Syu’ra: 88-89 dan QS. As-Shaffat: 84), berzikir mengingat Allah menjadikan jiwa tenteram (QS. Ar- 122 Ra’d: 28), teliti dalam merespon suatu perkataan atau kabar berita (QS. Al-Hujuraat: 6). 2) Terhadap orang lain: memberi manfaat untuk orang sekitar (QS. AnNisa’: 36). b. Merespons sesuatu yang positif (supaya tidak menjadi toxic). 1) Membalas kebaikan dengan kebaikan (QS. An-Nisa’: 86) 2) Sadar dan tahu diri terhadap nikmat yang diperoleh (QS. Al-A’raf: 43 dan QS. Ibrahim: 7) 3) Menjahui prasangka sesuatu yang belum pasti (QS. Al-Hujuraat: 12) 3. Cara menyikapi Toxic Positivity dalam Al-Qur’an a. Mengenali karakter diri sendiri (QS. Al-Hasyr: 19), cara mengenal diri sendiri adalah dengan mengenal Allah melalui apa yang telah Dia perintahkan kepada hamba-Nya untuk ditaati dan dilaksanakan orang yang menyadari hakikat dirinya sebagai makhluk yang tidak berdaya akan sadar dengan sendirinya bahwa ada yang Maha dari segalagalanya dalam mengatur dan mengawasi. Manfaat mengenal diri sendiri seperti yang dikatakan dalam ayat di atas tadi adalah menjadikan manusia berkarakter yang mahmudah, rendah hati, taat dalam beribadah serta takut kalau harus melakukan dosa. b. Dimensi emosi 1) Amarah (QS. Ali-‘Imran: 34), ketika seseorang dilanda amarah maka hendaknya dia menenangkan dirinya agar amarah tersebut reda, salah satu alternatifnya ialah dengan berwudhu’. 123 2) Sedih (QS. Ali-‘Imran: 39), perasaan sedih datang ketika seseorang merasa gagal atau sesuatu hal yang tidak sesuai ekspektasinya, lalu ia menyesalinya dan merasa sedih akan hal itu. Allah mengajarkan cara meluahkan kesedihan dengan cara mempersiapkan diri dan bersiap siaga disertai dengan kesungguhan tekad, semangat yang kuat, berprasangka baik kepada Allah SWT., bertawakal kepada-Nya dan yakin serta mantap bisa meraih kemenangan. karena menang atau kalah adalah hal yang biasa, yang terpenting ialah akhir yang baik dan kemenangan hanya untuk orang-orang yang bertakwa. 3) Takut (QS. Ali-‘Imran: 75), rasa takut datang pada diri seseorang dikarenakan ada sebab yang menjadikannya takut, tidak lain dan tidak bukan ketakutan itu hanyalah usaha setan-setan yang sedang mengelabui kawanannya, yaitu orang munafik. Seorang mukmin tidak akan terpengaruh dengan ucapan-ucapan yang menakut-nakuti seperti ini, karena orang mukmin diperintahkan hanya takut kepada Allah SWT semata. 4) Nikmat (QS. An-Nahl: 53), ketika mendapatkan suatu nikimat maka bersyukurlah, jangan jadi seperti kacang yang lupa akan kulitnya, atas apa yang diperoleh. 5) Cinta (QS. Ali-‘Imran: 14), cinta (asy-Syahwaah) merupakan sesuatu yang wajar sebagai tabiat fitrahnya manusia. Allah memerintahkan manusia untuk bersikap proporsional dalam merespons emosi cinta ini, agar tidak terjerumus dengannya (toxic). 124 6) Terkejut/heran (QS. Hud: 72), terkadang manusia menganggap sesuatu yang pada nalar mereka tidak logis, sehingga menyebabkan mereka terheran dengan sendirinya. Allah mengajarkan manusia dalam mengatasi emosi ini dengan bersikap bahwa segala sesuatu mungkin saja terjadi atas kehendak-Nya. 7) Malu (QS. Al-Ahzab: 53), malu merupakan sifat yang akan membuat seseorang merasa tidak nyaman, karena dia tidak berani dan merasa sungkan untuk berterus terang seperti halnya yang dikisahkan dalam ayat ini. orang yang malu untuk menegur secara langsung biasanya akan memberi sebuah kode atau isyarat untuk mengungkapkan teguran yang dirasanya perlu untuk dikatakan namun merasa malu untuk dilakukan secara langsung.
Koleksi
QR code for this page URL
Waktu Publikasi