Belief can not be enforced. That phrase is often used as a philosophical argument why religious freedom should be upheld. Associated with the issue of human rights, religious freedom became one of the individual rights that can not be dihegemoni by any authority. In fact, included in this latter region, the freedom is no religion at all. If this issue is positioned with Islamic law on the one hand and with the laws of Indonesia on the other hand, practically will invite conversation is not simple. Whereas in Islam, acts out of Islam which is known as riddah is viewed as a crime. Then, how is it possible not to religious freedom can be juxtaposed with the belief in one God who became the first principle of Pancasila state ideology. Thus, the claim that religious freedom is a basic philosophical getting strong argument, not necessarily can be a reality.
Keyakinan itu tidak dapat dipaksakan. Inilah kalimat yang sering dijadikan argumen filosofis kenapa kebebasan beragama harus dijunjung tinggi. Dikaitkan dengan isu hak asasi manusia, kebebasan beragama menjadi salah satu hak individu yang tidak dapat dihegemoni oleh otoritas apapun. Bahkan, termasuk dalam wilayah yang terakhir ini, kebebasan untuk tidak beragama sama sekali. Apabila isu ini diposisikan dengan hukum Islam di satu sisi dan dengan perundang-undangan Indonesia di sisi lain, praktis akan mengundang perbincangan yang tidak sederhana. Padahal dalam Islam, perbuatan keluar dari Islam yang dikenal dengan riddah dipandang sebagai sebuah kejahatan. Kemudian, bagaimana mungkin kebebasan untuk tidak beragama dapat disandingkan dengan Ketuhanan yang Maha Esa yang menjadi sila pertama dasar negara Pancasila. Dengan demikian, klaim kebebasan beragama yang secara filosofis mendapatkan dasar argumentasi yang kuat, tidak serta merta dapat menjadi realitas kehidupan.